II GEOLOGI REGIONAL SUB-CEKUNGAN JATIBARANG
2.1.
Kerangka Tektonik
Sub-cekungan Jatibarang
merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar menunjukkan bahwa ada dua arah utama sesar yaitu
barat laut-tenggara serta utara-selatan (Gambar-2.1).
Ditinjau dari aspek
tektonik dan stratigrafinya, pembentukan Sub-Cekungan Jatibarang dipengaruhi oleh dua periode
tektonik utama (Gambar-2.1), yaitu periode tektonik sebelum Oligosen Akhir
serta periode tektonik setelah Oligosen Akhir sampai Resen. Periode tektonik sebelum
Oligosen Akhir merupakan periode yang kita kenal sebagai periode Subduksi Meratus.
Pada akhir Oligosen Akhir terjadi perubahan arah subduksi menjadi periode
subduksi yang kita kenal sebagai periode Subduksi Jawa.
Gambar-2.1 Sub Cekungan Jatibarang dipengaruhi oleh dua pola sistem subduksi (modifikasi dari Adnan, 1991)
Pada periode sebelum Oligosen Akhir, Cekungan
Jawa Barat utara ditafsirkan sebagai cekungan busur (intra arc basin) (Adnan, 1991). Hal ini diinterpretasi dari
kerangka stratigrafi pada periode sebelum Oligosen Akhir. Hadirnya endapan
vulkanik Formasi Jatibarang pada sub-cekungan ini menandakan bahwa sub-cekungan
ini berada pada daerah lingkungan yang berdekatan dengan pusat vulkanisme.
Kehadiran Formasi Jatibarang yang didominasi oleh endapan vulkanik ini
ditafsirkan sebagai bukti utama keberadaan cekungan ini pada saat sebelum
oligosen akhir ini adalah pada cekungan busur (intra arc basin). Pada periode ini, sub-cekungan
ini didominasi
oleh gaya-gaya ekstensional sehingga terbentuk dua buah sesar utama di sub-cekungan
ini yang memiki arah sesar searah dengan tegasan utama pada saat itu
yaitu sesar OO dan sesar Brebes (Gambar-2.2) berupa sesar turun berarah barat
laut-tenggara (Riyacudu, 1999).
Gambar-2.2 Konfigurasi batuan dasar Sub-Cekungan Jatibarang (Ryacudu, 1999)
Periode tektonik
berikutnya terjadi pada Akhir Oligosen/Miosen Awal sampai saat ini, jalur
penunjaman baru terbentuk di selatan Pulau Jawa. Jalur vulkanik pada waktu
periode Miosen Awal sampai sekarang ini berada di lepas pantai selatan Jawa
(Martodjojo, 1989 op.cit Adnan, 1991). Deretan gunung api menghasilkan endapan
gunung api bawah laut yang dikenal sebagai old
andecite tersebar sepanjang selatan Pulau Jawa ke Sumatera sampai Nusa
Tenggara dan mengakibatkan Sub-Cekungan Jatibarang menjadi pada posisi (back arc basin). Aktivitas tektonik pada
periode ini merubah arah tegasan utama, yang tadinya barat laut – tenggara menjadi
utara-selatan. Karena perubahan arah tegasan utama inilah, Sesar OO dan sesar Brebes
berubah status, dari sesar turun menjadi sesar geser dekstral (Gambar-2.3).
Sebagai akibatnya, terbentuklah pull
apart basin di Sub-Cekungan Jatibarang. Aktivitas tektonik ini menyebabkan terjadinya
banyak sesar-sesar turun dengan arah utama Utara-Selatan. Sesar-sesar utama ini
berperan dalam pembentukan pola horst dan graben pada cekungan ini.
Gambar-2.3 Perubahan
status sesar OO-Brebes dari sesar normal menjadi sesar geser dekstral yang membentuk
pull apart basin. (Mc, Clay dalam Ryacudu, 1999)
2.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional Sub-cekungan
Jatibarang terdiri dari: Batuan dasar (Kapur Akhir), Formasi Jatibarang (Eosen
Akhir), Kelompok Cibulakan Bawah yang terdiri dari Formasi Talang Akar
(Oligosen) dan Formasi Baturaja (Miosen
Awal), Formasi Cibulakan Atas (Miosen Tengah), Formasi Parigi (Miosen Akhir),
dan Formasi Cisubuh (Miosen Akhir hingga Pliosen). Kolom umum stratigrafi
Cekungan Jawa Barat utara dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar-2.4 Stratigrafi
Sub-Cekungan Jatibarang. (Adnan, 1991)
(a) Batuan
Dasar (Basement)
Litologi
batuan dasar di Cekungan Jawa Barat utara adalah batuan beku berumur Kapur
Tengah sampai Kapur Atas, dan batuan metamorf
berumur Tersier. Batuan
metasedimen derajat rendah (filit, sekis) hadir sebagai hasil dari subduksi
yang berasosiasi dengan busur Meratus yang aktif pada waktu Kapur hingga Paleosen.
Batuan dasar yang ditembus oleh bor di daerah Laut Jawa terdiri dari batuan
metamorf dan batuan beku, juga ditemukan argilit, monzonit, mikrodiorit dan
granodiorit yang berumur 65.3 – 57.8 Ma (Kapur Akhir hingga Paleosen).
(b)
Formasi Jatibarang
Litologi Formasi
Jatibarang terdiri dari tuff, andesit porfiri, dan batulempung. Formasi
Jatibarang memiliki hubungan tidak selaras dengan batuan dasar, dan di atas
Formasi Jatibarang diendapkan secara tidak selaras Kelompok Cibulakan Bawah.
Metode penentuan umur (K-Ar dating) menunjukkan bahwa umur
Formasi Jatibarang 40 – 32 Ma atau Eosen Akhir hingga Oligosen Awal. Kehadiran
Formasi Jatibarang di Cekungan Jawa Barat utara merupakan suatu pertanda bahwa
cekungan berada dekat dengan pusat vulkanisma, sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat Formasi Jatibarang diendapkan, posisi cekungan berada pada
jalur gunung api (intra arc basin).
(c) Kelompok
Cibulakan Bawah
Kelompok Cibulakan Bawah terdiri dari dua formasi, yaitu Formasi
Talang Akar dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan, Kelompok Cibulakan Bawah
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, dan di atas
Kelompok Cibulakan Bawah diendapkan secara selaras Formasi Cibulakan Atas.
(c.1) Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar bagian bawah terdiri dari
batupasir berbutir kasar dan sedang, batulempung, paleosol, dan tuff jatuhan.
Batuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, menandai
sistem half graben yang aktif. Adanya alga lakustrin mengindikasikan
lingkungan pengendapan daerah kontinental. Berdasarkan studi nannofosil yang
dilakukan pada Formasi Talang Akar bagian bawah, diketahui umurnya
adalah Oligosen Awal.
Formasi Talang Akar bagian atas terdiri dari
batupasir, batulempung, batubara, tuff dan batugamping. Interval bagian atas
unit stratigrafi ini bersifat lebih ke
arah laut dan mengandung lebih banyak fauna laut dibanding interval di
bagian bawah, sehingga studi biostratigrafi dilakukan pada interval bagian
atas, dimana hasil studi biostratigrafi menunjukkan umur Oligosen Awal bagian
bawah. Interval bagian bawah mengindikasikan lingkungan paralik dengan hadirnya
lapisan batubara dan jarangnya fosil laut, sedangkan interval bagian atas
mengindikasikan lingkungan transisi sampai inner neritic dengan hadirnya
batuan karbonat, foram besar dan fauna laut lainnya.
Kehadiran Formasi Talang Akar pada Cekungan Jawa Barat
utara mengindikasikan fase syn-rift
pada siklus transgresi. Dapat diinterpretasikan, pada fase pengendapan Formasi
Talang Akar, cekungan sudah mulai jauh dari sumber vulkanisma.
(c.2) Formasi Baturaja
Litologi Formasi Baturaja didominasi
oleh batugamping. Selain itu, batulempung glaukonitik,
napal dan dolomit juga ditemukan di bagian bawah. Kehadiran foraminifera besar
seperti Spiroclycpeus sp. dan
batugamping yang melimpah mengindikasikan lingkungan pengendapan adalah laut
dangkal dengan kedalaman sekitar 65 m. Berdasarkan studi biostratigrafi, umur
Formasi Baturaja adalah Miosen Awal. Kehadiran Formasi Baturaja ini manandakan kondisi
cekungan yang relatif stabil.
(d) Formasi
Cibulakan Atas
Formasi Cibulakan Atas terdiri dari lapisan batupasir yang tebal
yang diselingi oleh batulempung dan batugamping. Adanya penaikan secara
tiba-tiba kuantitas sedimen klastik setelah pengendapan interval batugamping
Formasi Baturaja, diperkirakan akibat terjadinya pengangkatan dan erosi yang
kuat di daerah asal sedimen yang bersamaan dengan penurunan secara perlahan
daerah pengendapan akibat ketidakstabilan tektonik. Formasi Cibulakan Atas
dibagi menjadi tiga anggota yaitu
Anggota Massive, Anggota Main dan Anggota Pre-Parigi.
Ponto dkk. (1987)
menginterpretasikan dua sistem pengendapan utama yang mengontrol sedimentasi di
Formasi Cibulakan Atas , yaitu sistem pengendapan delta dan laut dangkal.
Formasi Cibulakan Atas secara selaras diendapkan di atas Formasi Baturaja, dan
di atas Formasi Cibulakan Atas diendapkan secara selaras pula Formasi Parigi.
Berdasarkan studi paleontologi, Formasi Cibulakan Atas berumur Miosen Awal
hingga Miosen Tengah.
(e)
Formasi Parigi
Litologi Formasi Parigi didominasi oleh batugamping dengan sisipan
dolomit, batugamping pasiran, dan batulempung gampingan. Formasi Parigi
diendapkan di lingkungan laut dangkal (inner-middle neritic).
Berdasarkan studi foraminifera planktonik, umur Formasi Parigi Miosen Akhir. Di atas Formasi Parigi diendapkan
secara selaras Formasi Cisubuh. Kehadiran batugamping Formasi Parigi ini
menunjukkan kondisi cekungan pada saat itu (Miosen Akhir) relatif stabil. Orientasi
cekungan berarah barat-timur sehingga akan diperoleh penipisan Formasi Parigi
ke arah selatan yaitu zona bogor.
(f)
Formasi Cisubuh
Litologi Formasi Cisubuh terdiri dari batulempung dengan kekerasan
yang buruk dan kadang-kadang disisipi oleh batupasir dan batugamping. Fauna
laut banyak dijumpai di bagian bawah Formasi Cisubuh dan semakin berkurang ke
bagian atas. Hal ini menunjukkan bahwa Formasi Cisubuh bagian bawah diendapkan pada
lingkungan inner-neritic dan bergradasi ke atas menjadi litoral-paralik.
Di atas Formasi Cisubuh secara tidak selaras diendapkan endapan Kuater.
Berdasarkan studi foraminifera planktonik dan foraminifera bentonik kecil,
Formasi Cisubuh berumur Miosen Akhir hingga Plio-Plistosen.
(g)
Endapan Kuater
Litologi
endapan Kuater terdiri dari kerakal, pasir, dan lempung yang dipisahkan oleh
bidang ketidakselarasan dengan Formasi Cisubuh. Pada tahapan ini, dapat
diinterpretasikan bahwa cekungan mengalami pergeseran ke arah utara.
No comments:
Post a Comment