Thursday, October 3, 2013

GEOLOGI REGIONAL SUB-CEKUNGAN JATIBARANG



II GEOLOGI REGIONAL SUB-CEKUNGAN JATIBARANG

2.1. Kerangka Tektonik
Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar menunjukkan bahwa ada dua arah utama sesar yaitu barat laut-tenggara serta utara-selatan (Gambar-2.1).
Ditinjau dari aspek tektonik dan stratigrafinya, pembentukan Sub-Cekungan  Jatibarang dipengaruhi oleh dua periode tektonik utama (Gambar-2.1), yaitu periode tektonik sebelum Oligosen Akhir serta periode tektonik setelah Oligosen Akhir sampai Resen. Periode tektonik sebelum Oligosen Akhir merupakan periode yang kita kenal sebagai periode Subduksi Meratus. Pada akhir Oligosen Akhir terjadi perubahan arah subduksi menjadi periode subduksi yang kita kenal sebagai periode Subduksi Jawa.



Gambar-2.1 Sub Cekungan Jatibarang dipengaruhi oleh dua pola sistem subduksi (modifikasi dari Adnan, 1991)
Pada periode sebelum Oligosen Akhir, Cekungan Jawa Barat utara ditafsirkan sebagai cekungan busur (intra arc basin) (Adnan, 1991). Hal ini diinterpretasi dari kerangka stratigrafi pada periode sebelum Oligosen Akhir. Hadirnya endapan vulkanik Formasi Jatibarang pada sub-cekungan ini menandakan bahwa sub-cekungan ini berada pada daerah lingkungan yang berdekatan dengan pusat vulkanisme. Kehadiran Formasi Jatibarang yang didominasi oleh endapan vulkanik ini ditafsirkan sebagai bukti utama keberadaan cekungan ini pada saat sebelum oligosen akhir ini adalah pada cekungan busur (intra arc basin). Pada periode ini, sub-cekungan ini didominasi oleh gaya-gaya ekstensional sehingga terbentuk dua buah sesar utama di sub-cekungan ini yang memiki arah sesar searah dengan tegasan utama pada saat itu yaitu sesar OO dan sesar Brebes (Gambar-2.2) berupa sesar turun berarah barat laut-tenggara (Riyacudu, 1999).

Gambar-2.2 Konfigurasi batuan dasar Sub-Cekungan Jatibarang (Ryacudu, 1999)
Periode tektonik berikutnya terjadi pada Akhir Oligosen/Miosen Awal sampai saat ini, jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Pulau Jawa. Jalur vulkanik pada waktu periode Miosen Awal sampai sekarang ini berada di lepas pantai selatan Jawa (Martodjojo, 1989 op.cit Adnan, 1991).  Deretan gunung api menghasilkan endapan gunung api bawah laut yang dikenal sebagai old andecite tersebar sepanjang selatan Pulau Jawa ke Sumatera sampai Nusa Tenggara dan mengakibatkan Sub-Cekungan Jatibarang menjadi pada posisi (back arc basin). Aktivitas tektonik pada periode ini merubah arah tegasan utama, yang tadinya barat laut – tenggara menjadi utara-selatan. Karena perubahan arah tegasan utama inilah, Sesar OO dan sesar Brebes berubah status, dari sesar turun menjadi sesar geser dekstral (Gambar-2.3). Sebagai akibatnya, terbentuklah pull apart basin di Sub-Cekungan Jatibarang. Aktivitas tektonik ini menyebabkan terjadinya banyak sesar-sesar turun dengan arah utama Utara-Selatan. Sesar-sesar utama ini berperan dalam pembentukan pola horst dan graben pada cekungan ini. 

Gambar-2.3 Perubahan status sesar OO-Brebes dari sesar normal menjadi sesar geser dekstral yang membentuk pull apart basin. (Mc, Clay dalam Ryacudu, 1999)

2.2 Stratigrafi Regional  
            Stratigrafi regional Sub-cekungan Jatibarang terdiri dari: Batuan dasar (Kapur Akhir), Formasi Jatibarang (Eosen Akhir), Kelompok Cibulakan Bawah yang terdiri dari Formasi Talang Akar (Oligosen) dan  Formasi Baturaja (Miosen Awal), Formasi Cibulakan Atas (Miosen Tengah), Formasi Parigi (Miosen Akhir), dan Formasi Cisubuh (Miosen Akhir hingga Pliosen). Kolom umum stratigrafi Cekungan Jawa Barat utara dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar-2.4 Stratigrafi Sub-Cekungan Jatibarang. (Adnan, 1991)


(a)   Batuan Dasar (Basement)
Litologi batuan dasar di Cekungan Jawa Barat utara adalah batuan beku berumur Kapur Tengah sampai Kapur Atas, dan batuan metamorf  berumur Tersier.  Batuan metasedimen derajat rendah (filit, sekis) hadir sebagai hasil dari subduksi yang berasosiasi dengan busur Meratus yang aktif pada waktu Kapur hingga Paleosen. Batuan dasar yang ditembus oleh bor di daerah Laut Jawa terdiri dari batuan metamorf dan batuan beku, juga ditemukan argilit, monzonit, mikrodiorit dan granodiorit yang berumur 65.3 – 57.8 Ma (Kapur Akhir hingga Paleosen).
(b)   Formasi Jatibarang
Litologi Formasi Jatibarang terdiri dari tuff, andesit porfiri, dan batulempung. Formasi Jatibarang memiliki hubungan tidak selaras dengan batuan dasar, dan di atas Formasi Jatibarang diendapkan secara tidak selaras Kelompok Cibulakan Bawah. Metode penentuan umur (K-Ar dating) menunjukkan bahwa umur Formasi Jatibarang 40 – 32 Ma atau Eosen Akhir hingga Oligosen Awal. Kehadiran Formasi Jatibarang di Cekungan Jawa Barat utara merupakan suatu pertanda bahwa cekungan berada dekat dengan pusat vulkanisma, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pada saat Formasi Jatibarang diendapkan, posisi cekungan berada pada jalur gunung api (intra arc basin).

(c)    Kelompok Cibulakan Bawah
Kelompok Cibulakan Bawah terdiri dari dua formasi, yaitu Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan, Kelompok Cibulakan Bawah diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, dan di atas Kelompok Cibulakan Bawah diendapkan secara selaras Formasi Cibulakan Atas.
(c.1)    Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar bagian bawah terdiri dari batupasir berbutir kasar dan sedang, batulempung, paleosol, dan tuff jatuhan. Batuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, menandai sistem half graben yang aktif. Adanya alga lakustrin mengindikasikan lingkungan pengendapan daerah kontinental. Berdasarkan studi nannofosil yang dilakukan pada Formasi Talang Akar bagian bawah, diketahui umurnya adalah Oligosen Awal.
Formasi Talang Akar bagian atas terdiri dari batupasir, batulempung, batubara, tuff dan batugamping. Interval bagian atas unit stratigrafi ini bersifat lebih ke arah laut dan mengandung lebih banyak fauna laut dibanding interval di bagian bawah, sehingga studi biostratigrafi dilakukan pada interval bagian atas, dimana hasil studi biostratigrafi menunjukkan umur Oligosen Awal bagian bawah. Interval bagian bawah mengindikasikan lingkungan paralik dengan hadirnya lapisan batubara dan jarangnya fosil laut, sedangkan interval bagian atas mengindikasikan lingkungan transisi sampai inner neritic dengan hadirnya batuan karbonat, foram besar dan fauna laut lainnya.
Kehadiran Formasi Talang Akar pada Cekungan Jawa Barat utara mengindikasikan fase syn-rift pada siklus transgresi. Dapat diinterpretasikan, pada fase pengendapan Formasi Talang Akar, cekungan sudah mulai jauh dari sumber vulkanisma.
(c.2)    Formasi Baturaja
Litologi Formasi Baturaja didominasi oleh batugamping. Selain itu, batulempung glaukonitik, napal dan dolomit juga ditemukan di bagian bawah. Kehadiran foraminifera besar seperti Spiroclycpeus sp. dan batugamping yang melimpah mengindikasikan lingkungan pengendapan adalah laut dangkal dengan kedalaman sekitar 65 m. Berdasarkan studi biostratigrafi, umur Formasi Baturaja adalah Miosen Awal. Kehadiran Formasi Baturaja ini manandakan kondisi cekungan yang relatif stabil.


(d)   Formasi Cibulakan Atas
Formasi Cibulakan Atas terdiri dari lapisan batupasir yang tebal yang diselingi oleh batulempung dan batugamping. Adanya penaikan secara tiba-tiba kuantitas sedimen klastik setelah pengendapan interval batugamping Formasi Baturaja, diperkirakan akibat terjadinya pengangkatan dan erosi yang kuat di daerah asal sedimen yang bersamaan dengan penurunan secara perlahan daerah pengendapan akibat ketidakstabilan tektonik. Formasi Cibulakan Atas dibagi menjadi tiga anggota yaitu  Anggota Massive, Anggota Main dan Anggota Pre-Parigi.
Ponto dkk. (1987) menginterpretasikan dua sistem pengendapan utama yang mengontrol sedimentasi di Formasi Cibulakan Atas , yaitu sistem pengendapan delta dan laut dangkal. Formasi Cibulakan Atas secara selaras diendapkan di atas Formasi Baturaja, dan di atas Formasi Cibulakan Atas diendapkan secara selaras pula Formasi Parigi. Berdasarkan studi paleontologi, Formasi Cibulakan Atas berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah.

(e)    Formasi Parigi
Litologi Formasi Parigi didominasi oleh batugamping dengan sisipan dolomit, batugamping pasiran, dan batulempung gampingan. Formasi Parigi diendapkan di lingkungan laut dangkal (inner-middle neritic). Berdasarkan studi foraminifera planktonik, umur Formasi Parigi Miosen Akhir. Di atas Formasi Parigi diendapkan secara selaras Formasi Cisubuh. Kehadiran batugamping Formasi Parigi ini menunjukkan kondisi cekungan pada saat itu (Miosen Akhir) relatif stabil. Orientasi cekungan berarah barat-timur sehingga akan diperoleh penipisan Formasi Parigi ke arah selatan yaitu zona bogor.

(f)    Formasi Cisubuh
Litologi Formasi Cisubuh terdiri dari batulempung dengan kekerasan yang buruk dan kadang-kadang disisipi oleh batupasir dan batugamping. Fauna laut banyak dijumpai di bagian bawah Formasi Cisubuh dan semakin berkurang ke bagian atas. Hal ini menunjukkan bahwa Formasi Cisubuh bagian bawah diendapkan pada lingkungan inner-neritic dan bergradasi ke atas menjadi litoral-paralik. Di atas Formasi Cisubuh secara tidak selaras diendapkan endapan Kuater. Berdasarkan studi foraminifera planktonik dan foraminifera bentonik kecil, Formasi Cisubuh berumur Miosen Akhir hingga Plio-Plistosen.

(g)   Endapan Kuater
Litologi endapan Kuater terdiri dari kerakal, pasir, dan lempung yang dipisahkan oleh bidang ketidakselarasan dengan Formasi Cisubuh. Pada tahapan ini, dapat diinterpretasikan bahwa cekungan mengalami pergeseran ke arah utara.

No comments:

Post a Comment