BAB II
GEOLOGI REGIONALSUBCEKUNGAN TARAKAN
Subcekungan
tarakan merupakan subcekungan dari cekungan tarakan. Subcekungan ini terletak
di Kalimnatan Timur bagian Utara.
2.1.1 Kerangka Tektonik
Cekungan Tarakan
Perkembangan
struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan, berlangsung dalam
beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan sedimen pada area tersebut.
Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh rifting sejak Eosen Awal,
menyebabkan perkembangan dari graben-graben dan horst-horst yang tersesarkan.
Pada graben-graben ini terdapat sedimen-sedimen tertua pada sub-cekungan ini,
seperti Formasi Sembakung yang terkompaksi kuat. Meskipun sedimen-sedimen
pra-Tersier tidak terpenetrasi pada banyak sumur yang dibor pada daerah
tersebut, seismik yang dilakukan dapat mendeteksi keberadaan sedimen-sedimen
tersebut (Biantoro dkk., 1996).
Proses Rifting
berjalan secara kontemporer dengan pengangkatan di bagian barat dari
sub-cekungan yang mengontrol siklus-siklus pengendapan sedimen pada
sub-cekungan tersebut. Pengangkatan pada Eosen Tengan menyebabkan erosi pada
Tinggian/Punggungan Sekatak dan dimulainya pengendapan sedimen-sedimen dari
siklus yang pertama (Siklus 1).
Pengendapan
siklus yang kedua (Siklus 2) dimulai sejak pengangkatan Oligosen Awal, dengan
sedimen-sedimen yang diendapkan secara ketidakselarasan terhadap Siklus 1.
Sedimen-sedimen Siklus 2 ini diendapkan pada fasa transgresif. Fasa ini berubah
menjadi regresif ketika proses rifting dan pengangkatan mencapai
puncaknya pada akhir dair Miosen Akhir. Pengangkatan yang kedua ini berbeda
dengan proses pengangkatan pertama karena berkembang ke arah timur dan
menghasilkan Punggungan Dasin-Fanny. Proses rifting dan pengangkatan
ini menghasilkan sesar-sesar normal yang memiliki arah timurlaut-baratdaya.
Gambar 2. Tektonik Sub-Cekungan Tarakan (Modifikasi dari Biantoro dkk., 1996). Proses-proses rifting, pengangkatan, dan reaktivasi sesar-sesar tua mempengaruhi perkembangan struktur dan siklus pengendapan di Sub-Cekungan Tarakan.
Siklus 3 yang
regresif kemudian diendapkan di lingkungan transisional-deltaik.
Sedimen-sedimen yang diendapkan dalam jumlah yang besar menyebabkan rekativasi
dari sesar-sesar tua yang terbentuk selama Oligosen sampai Miosen Awal yang
berkembang menjadi growth fault. Pertumbuhan dari sesar-sesar tersebut berhenti
untuk sementara waktu pada awal pengendapan dari Formasi Santul dikarenakan
oleh terjadinya fasa trangresif yang pendek. Pensesaran tersebut berlangsung
selama Pliosen ketika siklus pengedapan keempat (Siklus 4), yaitu Formasi
Tarakan diendapkan.
Aktivitas
Tektonik pada Pliosen Akhir-Pleistosen bersifat kompresif dan menghasilkan
sesar-sesar strike-slip. Di beberapa tempat, kompresi ini
menginversikan sesar-sesar normal menjadi sesar-sesar naik (Biantoro dkk.,
1996). Kegiatan tekonik yang menyebabkan pengangkatan, perlipatan, dan
pensesaran keseluruhan daerah cekungan tarakan – ketidakselarasan di beberapa
tempat (pliosen akhir) Pada Siklus 5 yang merupakan siklus pengendapan
terakhir pada sub-cekungan ini, diendapakan Formasi Bunyu.
2.1.2 Kerangka
Stratigrafi
Batuan
dasar pada cekungan Kalimantan Timur Utara terdiri dari sedimen-sedimen berumur
tua, meliputi Formasi Danau (Heriyanto dkk., 1991) atau disebut juga Formasi
Damiu (IBS, 2006), Formasi Sembakung, dan Batulempung Malio. Sedimen-sedimen
tersebut telah terkompaksi, terlipatkan, dan tersesarkan.
Formasi
Danau
Formasi
Danau terdeformasi kuat dan sebagian termetamorfosa, mengandung breksi
terserpentinitisasi, rijang radiolaria, spilit, serpih, slate, dan
kuarsa.
Formasi
Sembakung dan Batulempung Malio
Formasi
Sembakung diendapkan di atas Formasi Danau secara tidak selaras. Formasi ini
terdiri dari sedimen volkanik dan klastik yang berumur Eosen Awal-Eosen Tengah.
Di atas Formasi Sembakung diendapkan batulempung berfosil, karbonatan, dan
mikaan yang dikenal dengan Batulempung Malio yang berumur Eosen Tengah.
Gambar 3. Kolom Stratigrafi Cekungan Kalimantan Timur Utara (kiri: dimodifikasi dari PERTAMINA, 1993)
Siklus 1: Formasi Sujau,
Mangkabua, dan Selor (Eosen Akhir – Oligosen)
Sedimen-sedimen
pada Siklus 1 diendapkan secara tidak selaras terhadap Formasi Sembakung dan
memiliki lingkungan pengendapan dari laut littoral sampai dangkal. Formasi
Sujau terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir), serpih, dan
volkanik. Klastika Formasi Sujau merepresentasikan tahap pertama pengisian
cekungan “graben-like” yang mungkin terbentuk sebagai akibat dari
pemakaran Makassar pada Eosen Awal. Produk erosional dari Paparan Sunda di
sebelah barat terakumulasi bersamaan dengan endapan gunungapi dan pirokasltik
pada bagian bawah siklus ini. Keberadaan lapisan-lapisan batubara dan
interkalasi napal pada bagian bawah mengindikasikan fasies pengendapan danau
yang bergradasi ke atas menjadi lingkungan laut. Batugamping mikritik dari
Formasi Seilor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Sujau dan
Formasi Mangkabua yang terdiri dari serpih laut dan napal yang berumur Oligosen
menjadi penciri perubahan suksesi ke basinward. Batuan sedimen siklus
1 terangkat, sebagian tersingkap dan tererosi sebagian di tepi barat dari
cekungan berkaitan dengan aktivitas volkanisme yang terjadi sepanjang tepian
deposenter pada akhir Oligosen.
Siklus 2: Formasi Tempilan, Formasi Taballar, Napal Mesalai, Formasi
Naintupo (Oligosen Akhir – Miosen Tengah).
Sedimen-sedimen
yang diendapkan di atas sedimen sebelumnya secara tidak selaras.
Sedimen-sedimen tersebut merupakan sikuen-sikuen transgersif dan tidak terlalu
terdeformasi. Fasies klastik basal dari Formasi Tempilan diendapkan pertama
kali pada siklus ini dan diikuti oleh batugamping mikritik dari Formasi
Taballar. Formasi Taballar merupakan sikuen paparan karbonat dengan
perkembangan reef lokal Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Formasi ini secara
gradual menipis ke arah cekungan terhadap napal Mesalai yang kemudian berubah
menjadi Formasi Naintupo di atasnya. Formasi Naintupo terdiri dari lempung dan
serpih yang bergradasi ke atas menjadi napal dan batugamping yang menandakan
meluasnya genang laut di cekungan Tarakan.
Siklus 3: Formasi Meliat, Formasi Tabul, dan
Formasi Santul (Miosen Tengah – Miosen Akhir).
Sedimen-sedimen
dari siklus 3 ini terdiri dari sikuen-sikuen deltaik regresif yang terbentuk
setelah tektonisma Miosen Awal (Orogenesa Intra-Miosen). Siklus sedimentasi ini
terbagi menjadi 3 formasi, yaitu: Formasi Meliat, Tabul, dan Santul. Perbedaan
sikuen deltaik antara formasi-formasi tersebut sulit untuk diuji dan dibedakan
mengingat sedikitnya fosil-fosil yang dapat ditemukan dan kesamaan litologi
antar formasi-formasi tersebut. Pengangkatan yang terjadi menyebabkan
berhentinya fasa genang laut dan perubahan lingkungan pengendapan yang semula
bersifat laut terbuka menjadi lebih paralik. Perubahan ini mengawali pola
pengendapan baru di Cekungan Tarakan yang membentuk delta-delta konstruktif
dengan progradasi dari barat ke timur.
Formasi Meliat
merupakan nama formasi tertua dari siklus 3 dan diendapkan secara tidak selaras
dengan Serpih Naintupo. Formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih
karbonatan, dan batugamping tipis. Di beberapa bagian, Formasi Meliat terdiri
dari batulanau dan serpih dengan sedikit lensa-lensa batupasir. Formasi Tabul
terdiri dari batupasir, batulanau, dan serpih yang kadang disertai dengan
kemunculan lapisan batubara dan batugamping. Bagian paling atas dari siklus ini
adalah Formasi Santul. Pada formasi ini sering dijumpai lapisan batubara tipis
yang berinterkalasi dengan batupasir, batulanau, dan batulempung, yang
diendapkan di lingkungan delta plain sampai delta front pada
Miosen Akhir.
Siklus 4: Formasi Tarakan (Pliosen)
Pada siklus
sedimentasi Pliosen, diendapkan Formasi Tarakan. Formasi ini terdiri dari interbeding
batulempung, serpih, batupasir, dan lapisan-lapisan batubata lignit, yang
menunjukan fasies pengendapan delta plain. Dasar dari Formasi Tarakan pada
beberapa ditepresentasikan oleh ketidakselarasan, sedangkan di Pulau Bunyu,
kontak antara Formasi Santul dengan Tarakan bersifat transisional.
Siklus 5: Formasi Bunyu (Pleistosen)
Sejak Pliosen,
sedimen fluviomarine yang sangat tebal terbentuk, terutama terdiri dari
perlapisan batupasir delta, serpih, dan batubara. Sedimen Kuarter dari siklus 5
dinamakan Formasi Bunyu, diendapkan di lingkungan delta plain sampai fluviatil.
Batupasir tebal, berukuran butir medium sampai kasar, kadangkala konglomeratan
dan interbeding batubara lignit dengan serpih merupakan litologi
penyusun dari formasi Bunyu. Batupasir formasi ini lebih tebal, kasar, dan
kurang terkonsilidasi jika dibandingkan dengan batupasir Formasi Tarakan. Batas
bawah dari Formasi ini dapat bersifat tidak selaras maupun transisional.
Meningginya muka laut pada kala Pleistosen Akhir menyebabkan garis pantai
mundur ke arah barat seperti garis pantai saat ini.
No comments:
Post a Comment